Press Release Dukungan Menyusui :
Postpartum Depression & Kelainan Bawaan Lahir, RSAB Harapan Kita, 6 Agustus
2017
Oleh Nur YanaYirah
(Founder MotherHope Indonesia)
Dr. Pec Indman, EdD, MFT |
Dalam rangka memperingati Pekan ASI
Sedunia, RSAB Harapan Kita, MotherHope Indonesia, TATC (Tambah ASI Tambah
Cinta) dan ICRD (Indonesia Care For Rare Diseases) menyelenggarakan talkshow
yang bertajuk Dukungan Menyusui: Postpartum Depression dan Kelainan Bawaan
lahir di Ruang Audiotorium Gedung Administrasi lantai 1 RSAB Harapan Kita.
Drs. Sudarto, MM selaku Direktur Keuangan RSAB Harapan Kita,
ikut hadir pada acara tersebut untuk memberikan sambutan sekaligus membuka
kegiatan Talkshow. Talkshow yang dihadiri oleh 58 peserta ini dibagi
menjadi dua sesi yaitu sesi “Kenali dan
Atasi Postpartum Depression” oleh Dr. Pec Indman, EdD, MFT, seorang
psikolog, psikoterapist, co-Author Buku Beyond The Blues serta volunteer dari
Organisasi Postpartum Support International di Portland, Oregon, USA. Sedangkan
sesi kedua dengan topik Dukungan Menyusui :Postpartum Depression dan
Kelainan Bawaan Lahir dibawakan oleh dr. Endang Lestari,SpA (K) selaku Ketua
KPASI RSAB Harapan Kita, dr. Lydia Pratanu, MS, Nuzulia Rahma Tristinarum,
S.Psi, dr. Agung Zentyo Wibowo, BMedSc (founder Premature Indonesia, dan orangtua
dari bayi premature ,bbl 800 gr). Wynanda Bagiyo Saputri, S.E.M.M. (Founder
TATC dan ibu dari anak dengan kelainan bawaan lahir) serta Nur YanaYirah,
A.Md.G (founder MotherHope Indonesia dan PPD survivor).
Pada
sesi pertama, Dr. Indman membuat suasana penuh haru dengan pemaparannya tentang
depresi pasca melahirkan dan Perinatal Mood And Anxiety Disorders (gangguan
mood dan kecemasan pada masa perinatal) lainnya seperti Obsessive Compulsive
Disorders (OCD), Panic Disorder, Psychosis, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
serta Bipolar Tipe 1 dan 2. Terkait dengan depresi pasca melahirkan, Dr. Indman
menuturkan bahwa baby blues syndrome berbeda dengan depresi pasca melahirkan.
Baby blues syndrome merupakan hal yang masih digolongkan dalam kategori normal.
Baby blues dapat dialami oleh 50-80% ibu, dimulai pada minggu pertama
melahirkan dan seharusnya hilang dalam waktu tiga minggu. Sedangkan depresi
pasca melahirkan terjadi pada 15-20% ibu, onset biasanya bertahap, tetapi bisa
cepat dan dimulai kapan saja pada masa satu tahun pasca melahirkan.
Gejala-gejala dari depresi pasca melahirkan antara lain kesedihan, rasa
bersalah, cemas, kewalahan, insomnia, mudah tersinggung, tidak nyaman berada di
dekat bayi, kehilangan konsentrasi dan minat pada hal yang dahulu disukai, gangguan
pada selera makan, kehilangan atau peningkatan berat badan. Berhubungan dengan tema menyusui, Dr. Indman
menjelaskan bahwa depresi pasca melahirkan dapat menyebabkan ibu berhenti menyusui lebih cepat. Selain itu ibu yang
mengalami depresi pasca melahirkan lebih kesulitan untuk menyusui dan
melihatnya sebagai sebuah beban.
Berlanjut pada sesi kedua,dr. Endang Lestari,SpA (K) menjelaskan dari sisi menyusui dan dukungan yang dapat diberikan. Pembicara kedua dr. Lydia Pratanu, MS, ahli sitogenik klinis dan konselor genetik menjelaskan soal kelainan bawaan lahir dan kelainan genetik, macam, gejala dan penanganannya. Salah satu faktor kegagalan menyusui juga dapat disebabkan oleh psikologis ibu ini dijelaskan oleh Nuzulia Rahma Tristinarum, S.Psi, selaku narasumber ketiga yang juga penulis buku Time Out, Wanita dan Kecemasannya.
Para survivor yang mengalami kesulitan menyusui
dengan latar belakang yang berbeda-beda turut hadir untuk memberikan semangat
kepada kaum ibu untuk tetap mengASIhi. Pengalaman pertama dibawakan oleh Nur
YanaYirah, seorang ibu yang bertekad untuk menyusui walaupun terkena depresi
pasca melahirkan dan telah melakukan upaya bunuh diri berulang kali. Baginya menyusui dapat mendekatkan bonding antara
ia dan bayinya yang terputus akibat depresi yang ia alami. ASI juga merupakan
satu-satunya nutrisi terbaik untuk putrinya yang alergi terhadap susu formula.
Pengalaman kedua di bawakan oleh Wynanda Bagyo Saputri tentang hambatan apa
yang ia dapatkan ketika harus menyusui Kirana, buah hatinya yang didiagnosa
dengan Cri Du Chat Syndrome. Kesulitan menyusui hadir karena Kirana juga
mengalami PRS (Pierre Robin Sequence; micrognathia, glossoptosis, cleft/high
palate). Semua itu membuat Kirana tidak dapat menyusui langsung . Mulut Kirana
tidak dapat melekat dengan sempurna pada saat menyusui karena high palte.
Akhirnya Wynanda harus mengASIhi Kirana dengan Exclusive Pumping selama 1
tahun. Karena kegigihan Wynanda dan semangat juang yang tinggi dari Kirana
serta perbaikan kondisi fisik Kirana, Kirana dapat menyusui langsung.
Pengalaman terakhir dibawakan oleh dr. Agung tentang perjuangan ia dan istrinya
untuk tetap memberi ASI kepada bayinya
yang harus lahir secara premature pada usia kandungan 28 minggu dengan bbl 800
gram. Sungguh tidak mudah baginya terutama istrinya merawat bayi premature yang
lebih rentan terhadap penyakit dan resiko kesehatan lainnya.
Dengan
adanya acara ini diharapkan masyarakat dapat memberikan dukungan menyusui
kepada para ibu yang bayinya mengalami kelainan bawaan lahir dan lahir
premature serta mereka yang mengalami depresi pasca melahirkan. Terutama ibu
yang memiliki bayi dengan kelainan bawaan lahir dan kebutuhan khusus lainnya
memerlukan dukungan psikologis yang lebih besar karena mereka juga rentan
terkena depresi pasca melahirkan. Hambatan-hambatan yang mereka alami tidak
menyurutkan langkah mereka untuk tetap menyusui bayi mereka.