Selasa, 26 September 2017

Press Release Dukungan Menyusui : Postpartum Depression & Kelainan Bawaan Lahir, RSAB Harapan Kita, 6 Agustus 2017 Oleh Nur YanaYirah (Founder MotherHope



Press Release Dukungan Menyusui : Postpartum Depression & Kelainan Bawaan Lahir, RSAB Harapan Kita, 6 Agustus 2017
Oleh Nur YanaYirah 
(Founder MotherHope Indonesia)

Dr. Pec Indman, EdD, MFT
  
            Dalam rangka memperingati Pekan ASI Sedunia, RSAB Harapan Kita, MotherHope Indonesia, TATC (Tambah ASI Tambah Cinta) dan ICRD (Indonesia Care For Rare Diseases) menyelenggarakan talkshow yang bertajuk Dukungan Menyusui: Postpartum Depression dan Kelainan Bawaan lahir di Ruang Audiotorium Gedung Administrasi lantai 1 RSAB Harapan Kita.

            Drs. Sudarto, MM selaku Direktur Keuangan RSAB Harapan Kita, ikut hadir pada acara tersebut untuk memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan Talkshow. Talkshow yang dihadiri oleh 58 peserta ini dibagi menjadi dua sesi yaitu sesi “Kenali dan Atasi Postpartum Depression” oleh Dr. Pec Indman, EdD, MFT, seorang psikolog, psikoterapist, co-Author Buku Beyond The Blues serta volunteer dari Organisasi Postpartum Support International di Portland, Oregon, USA. Sedangkan sesi kedua dengan topik Dukungan Menyusui :Postpartum Depression dan Kelainan Bawaan Lahir dibawakan oleh dr. Endang Lestari,SpA (K) selaku Ketua KPASI RSAB Harapan Kita, dr. Lydia Pratanu, MS, Nuzulia Rahma Tristinarum, S.Psi, dr. Agung Zentyo Wibowo, BMedSc (founder Premature Indonesia, dan orangtua dari bayi premature ,bbl 800 gr). Wynanda Bagiyo Saputri, S.E.M.M. (Founder TATC dan ibu dari anak dengan kelainan bawaan lahir) serta Nur YanaYirah, A.Md.G (founder MotherHope Indonesia dan PPD survivor).

            Pada sesi pertama, Dr. Indman membuat suasana penuh haru dengan pemaparannya tentang depresi pasca melahirkan dan Perinatal Mood And Anxiety Disorders (gangguan mood dan kecemasan pada masa perinatal) lainnya seperti Obsessive Compulsive Disorders (OCD), Panic Disorder, Psychosis, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) serta Bipolar Tipe 1 dan 2. Terkait dengan depresi pasca melahirkan, Dr. Indman menuturkan bahwa baby blues syndrome berbeda dengan depresi pasca melahirkan. Baby blues syndrome merupakan hal yang masih digolongkan dalam kategori normal. Baby blues dapat dialami oleh 50-80% ibu, dimulai pada minggu pertama melahirkan dan seharusnya hilang dalam waktu tiga minggu. Sedangkan depresi pasca melahirkan terjadi pada 15-20% ibu, onset biasanya bertahap, tetapi bisa cepat dan dimulai kapan saja pada masa satu tahun pasca melahirkan. Gejala-gejala dari depresi pasca melahirkan antara lain kesedihan, rasa bersalah, cemas, kewalahan, insomnia, mudah tersinggung, tidak nyaman berada di dekat bayi, kehilangan konsentrasi dan minat pada hal yang dahulu disukai, gangguan pada selera makan, kehilangan atau peningkatan berat badan.  Berhubungan dengan tema menyusui, Dr. Indman menjelaskan bahwa depresi pasca melahirkan dapat menyebabkan ibu berhenti  menyusui lebih cepat. Selain itu ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan lebih kesulitan untuk menyusui dan melihatnya sebagai sebuah beban.



            
    
Berlanjut pada sesi kedua,dr. Endang Lestari,SpA (K) menjelaskan dari sisi menyusui dan dukungan yang dapat diberikan. Pembicara kedua dr. Lydia Pratanu, MS, ahli sitogenik klinis dan konselor genetik menjelaskan soal kelainan bawaan lahir dan kelainan genetik, macam, gejala dan penanganannya. Salah satu faktor kegagalan menyusui juga dapat disebabkan oleh psikologis ibu ini dijelaskan oleh Nuzulia Rahma Tristinarum, S.Psi, selaku narasumber ketiga yang juga penulis buku Time Out, Wanita dan Kecemasannya. 

Para  survivor yang mengalami kesulitan menyusui dengan latar belakang yang berbeda-beda turut hadir untuk memberikan semangat kepada kaum ibu untuk tetap mengASIhi. Pengalaman pertama dibawakan oleh Nur YanaYirah, seorang ibu yang bertekad untuk menyusui walaupun terkena depresi pasca melahirkan dan telah melakukan upaya bunuh diri berulang kali.  Baginya menyusui dapat mendekatkan bonding antara ia dan bayinya yang terputus akibat depresi yang ia alami. ASI juga merupakan satu-satunya nutrisi terbaik untuk putrinya yang alergi terhadap susu formula. Pengalaman kedua di bawakan oleh Wynanda Bagyo Saputri tentang hambatan apa yang ia dapatkan ketika harus menyusui Kirana, buah hatinya yang didiagnosa dengan Cri Du Chat Syndrome. Kesulitan menyusui hadir karena Kirana juga mengalami PRS (Pierre Robin Sequence; micrognathia, glossoptosis, cleft/high palate). Semua itu membuat Kirana tidak dapat menyusui langsung . Mulut Kirana tidak dapat melekat dengan sempurna pada saat menyusui karena high palte. Akhirnya Wynanda harus mengASIhi Kirana dengan Exclusive Pumping selama 1 tahun. Karena kegigihan Wynanda dan semangat juang yang tinggi dari Kirana serta perbaikan kondisi fisik Kirana, Kirana dapat menyusui langsung. Pengalaman terakhir dibawakan oleh dr. Agung tentang perjuangan ia dan istrinya untuk tetap memberi ASI  kepada bayinya yang harus lahir secara premature pada usia kandungan 28 minggu dengan bbl 800 gram. Sungguh tidak mudah baginya terutama istrinya merawat bayi premature yang lebih rentan terhadap penyakit dan resiko kesehatan lainnya.


Foto Nur Yana Yirah.

            Dengan adanya acara ini diharapkan masyarakat dapat memberikan dukungan menyusui kepada para ibu yang bayinya mengalami kelainan bawaan lahir dan lahir premature serta mereka yang mengalami depresi pasca melahirkan. Terutama ibu yang memiliki bayi dengan kelainan bawaan lahir dan kebutuhan khusus lainnya memerlukan dukungan psikologis yang lebih besar karena mereka juga rentan terkena depresi pasca melahirkan. Hambatan-hambatan yang mereka alami tidak menyurutkan langkah mereka untuk tetap menyusui bayi mereka.